Diduga Picu Banjir, Pengelolaan Tambang di Bahodopi, Morowali, Perlu Diaudit

Pekerja pabrik pengolahan tambang milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, meninggalkan kawasan seusai bekerja, Senin (28/1/2019) sore. Manajemen PT IMIP menyebutkan, sebanyak 30.219 tenaga kerja lokal bekerja di Kawasan Industri Morowali, sementara tenaga kerja asing sekitar 2.400 orang.

Berita Keren | Banjir melanda sejumlah desa di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Banjir tersebut diduga kuat bersumber dari kawasan pertambangan yang berada di dekat permukiman warga. Audit pengelolaan lingkungan menjadi keharusan untuk mengantisipasi bencana serupa terjadi lagi.

”Kami minta pemerintah pusat dan daerah melakukan audit lingkungan atas tambang dan perusahaan pengolahan nikel di Bahodopi. Izin usaha pertambangan yang ada perlu dievaluasi dari sisi pengelolaan lingkungannya. Ini penting karena kawasan pertambangan berdekatan dengan permukiman warga,” kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng Sunardi Katili seperti diberitakan kompas.id.

Saat itu banjir melanda Desa Bahodopi, Desa Fatufia, Desa Bahomakmur, dan Desa Keurea di Kecamatan Bahodopi pada Senin (27/6/2022). Air menggenangi permukiman warga, jalan, dan fasilitas umum lainnya dengan ketinggian 30-75 sentimeter.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulteng mencatat di Fatufia 500 keluarga terdampak banjir. Korban banjir sempat mengungsi ke rumah keluarga yang tak terdampak banjir. Sementara di desa lainnya tak ada data yang dilaporkan.

Banyak barang di dalam rumah warga, seperti kasur dan perabot rumah tangga, terendam banjir. Jalur transportasi pun sempat tersendat karena digenanggi air.

Berdasarkan video yang beredar di aplikasi percakapan, banjir salah satunya bersumber dari kawasan pertambangan. Air yang berwarna kemerahan mengalir deras ke dataran lebih rendah atau permukiman warga.

Sunardi menyebut banjir tersebut tak terhindarkan karena hilangnya kawasan hutan akibat pertambangan. Kawasan hutan beralih menjadi areal pertambangan yang tak terlalu jauh dengan permukiman warga.

Walhi Sulteng mencatat ada sekitar sembilan desa yang berada di dekat pertambangan di Bahodopi yang terancam bencana (banjir), antara lain Fatufia, Bahomakmur, Kuerea, Bahodopi, Lalampu, Lele, dan Dampala.

Pengendara dan warga melintasi jalan yang digenangi air di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulteng, Senin (27/6/2022).

Sunardi menyampaikan, audit dilakukan dengan melihat atau memeriksa kembali analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) perusahaan. ”Jika tak dilakukan audit atau evaluasi penanganan lingkungan dengan meninjau kembali amdal perusahaan tambang, bencana serupa dan kerusakan ekologis lainnya akan terus terjadi,” ujarnya.

Selain evaluasi atau audit pengelolaan lingkungan, Sunardi mendesak agar PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), pengelola kawasan untuk perusahaan pengolah nikel, menata infrastruktur dan lingkungan di sekitar Bahodopi. Daerah tersebut makin masif pertumbuhan permukimannya karena kehadiran perusahaan-perusahaan di dalam IMIP.

Permukiman warga digenangi banjir di Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulteng, Senin (27/6/2022).

Penataan infrastruktur dan lingkungan yang dimaksud adalah penyediaan tempat pembuangan akhir sampah, drainase, dan pelebaran sungai-sungai kecil. Drainase, misalnya, tidak memadai, sementara permukiman terus berkembang. Banjir juga terjadi karena buruknya drainase.

Sementara itu tokoh muda Morowali, Intan Hamid, menuturkan, banjir sering terjadi di Bahodopi yang merupakan daerah lingkar tambang dan perusahaan pengolahan atau pemurnian nikel. Sebelum banjir beberapa saat lalu, bencana serupa juga terjadi pada April 2022.

”Bahodopi itu daerah strategis nasional dengan kehadiran perusahaan tambang dan industri pengolahan nikel, tetapi kenyamanan dan kehidupan warga harus juga diperhatikan, termasuk dalam soal banjir. Jangan jadikan warga sebagai tumbal. Kami minta pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten memperhatikan ini,” katanya.

Saat dimintai tanggapan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Morowali Elyta Gawi menyatakan audit lingkungan bisa dilakukan. Hal itu akan dilakukan bersama-sama dengan pemangku kepentingan.

Terkait penataan infrastruktur (drainase, tempat pembuangan sampah) yang berkontribusi pada banjir, Juru Bicara PT IMIP Dedy Kurniawan menyampaikan pihaknya kesulitan mengambil langkah tersebut. Infrastruktur yang dimaksud berada di luar kawasan IMIP. Kalau perusahaan memperbaiki, dikhawatirkan akan ada benturan. Namun, pihaknya siap kalau diminta untuk memperbaiki infrastruktur tersebut. (Kmps)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *