Oleh : Fadli Arifin Azis, S.H
Pertambangan emas ilegal merupakan persoalan dilematis. Disisi lain, kegiatan ini berdampak buruk terhadap lingkungan karena penggunaan bahan kimia berbahaya dan merugikan negara hingga puluhan triliun rupiah per tahunnya, namun disisi lain menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat.
Sejak 1967, pengaturan pertambangan emas telah ada dan sudah beberapa kali diperbaiki untuk penyempurnaan, nyatanya pertambangan emas ilegal masih marak terjadi.
Pertambangan ilegal sendiri merupakan kegiatan penambangan atau penggalian Sumber Daya Alam (SDA) yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak memiliki izin, prosedur operasional, aturan dari pemerintah maupun prinsip penambangan yang baik dan benar.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pertambangan emas ilegal di Indonesia terus berlangsung, yaitu ‘uang’, praktik yang relatif mudah dilakukan, aturan dan kebijakan, politik dan kekuasaan, serta kondisi psikososial masyarakat.
Issu kemiskinan di balik maraknya tambang ilegal
Hasil studi Ongku PH bersama Tim, menunjukkan bahwa faktor ekonomi sebagai faktor utama di belakang maraknya penambangan ilegal, yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu faktor kesempatan usaha yang menggiurkan bagi kelompok pemodal serta faktor kemiskinan pada kelompok masyarakat pedesaan.
Baik di pedesaaan maupun di perkotaan, masyarakat miskin kesulitan mendapat akses pekerjaan. Kemiskinan sangat berpengaruh pada pendidikan dan membuat masyarakat perkotaan kesulitan mencari pekerjaan formal. Sehingga bermigrasi ke desa untuk mencari nafkah dengan menambang tanpa izin.
Sebagian terjun ke tambang ilegal dengan tujuan mencari modal. Namun, bagi sebagian masyarakat, ketika kebutuhan mendesak itu telah terpenuhi, mereka cenderung meninggalkan aktivitas ini secara bertahap. Sedang, faktor lain adalah mudahnya melakukan kegiatan ini. Sebab, penambangan rakyat dengan menggunakan dulang secara teknis tidak memerlukan keahlian atau pendidikan khusus.
Sulawesi Tengah Punya Kandungan Emas yang Berlimpah
Belum banyak yang mengetahui kalau ternyata Gunung dan tempat-tempat lain di Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah memiki kandungan emas yang potensial.
Konon, diwilayah Palu menyimpan potensi emas sangat besar. Mengutip Tempo.co dengan artikel “Pegunungan Gawalise Palu Mengandung Emas” menyebutkan wilayah Poboya sebagai salah satu lokasi pertambangan emas di Sulawesi Tengah.
Kandungan emas di wilayah Poboya disebutkan, hanyalah sebagian kecil dari kandungan emas di wilayah lembah palu, sementara wilayah kaki gunung Gawalise juga menyimpan emas yang kadarnya terbilang banyak.
Kepala Dinas Pertambangan Sulawesi Tengah Mohammad Solmi saat itu mengatakan hasil survei Dinas Pertambangan menunjukkan di wilayah kaki Gunung Gawalise terdapat sumber emas yang diduga melebihi kandungan emas di Poboya.
“Waktu banjir di sekitar Silae, lumpur yang ikut hanyut dibawa air mengandung banyak emas. Waktu itu saya sedang membawa tamu dari Jakarta melintasi wilayah Silae ke Donggala. Saya coba ambil lumpur yang hanyut di jalan, dan saya coba goyang dengan air hujan, ternyata banyak emas yang terangkat,” kata Solmi seperti dikutip [nasional.tempo.co : Jumat, 29 Mei 2009]
Namun, menurut Solmi, hal itu hanya menjadi konsumsi pihak Dinas Pertambangan, karena dikhawatirkan akan mengundang banyak penambang, termasuk masyarakat sekitar.
Selain Kota Palu, Kabupaten Parigi Moutong adalah satu daerah yang punya potensi emas dengan jumlah banyak. Hanya saja, kegiatan pertambangan di daerah berpenghasil beras tersebut berstatus tambang emas ilegal. Dan dari hasil itu, konon telah menghasilkan ratusan kilogram emas dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa titik lokasi pertambangan emas tanpa izin di Parimo ini marak beroperasi, sebut saja, Bolano Lambunu, Sipayo, Buranga, Kayuboko, Salubanga dan beberapa tempat lain.
PETI yang Memakan Korban Jiwa Kembali Beroperasi
Memori ingatan kita pasti belum bisa melupakan tragedi naas ketika delapan warga meregang nyawa saat tertimbun longsoran dilokasi galian pertambangan emas tanpa izin (PETI) di desa Buranga Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong, pada 24 Februari 2021, silam.
Akhir bulan juni 2022, terdengar kabar aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin dikawasan bekas galian maut tersebut mulai kembali beroperasi, sejumlah alat berat sudah berada disekitar lokasi.
Benar saja, aktifitas PETI di Desa Buranga sedang beroperasi. Untuk mengamankan usahanya, pemodal dan para Cukong mempergunakan sejumlah orang untuk mengamankan lokasi itu.
Selain aparat, dibentuk Tim 16, sebuah kelompok ‘anak kampung sini’ yang bertugas mengamankan situasi, memantau dan mengidentifikasi siapa saja yang masuk area kerja para pemburu emas ke Desa Buranga.
Warga sekitar area pertambangan emas ilegal tersebut tidak berdaya menghadapi aksi para pemodal bersama timnya. Siapa saja yang tidak setuju mulai di intimidasi dan dipantau gerak geriknya oleh tim 16 yang dibentuk oleh para pemodal di tambang emas illegal Buranga.
Santer terdengar kabar, jika pemodal dalam kegiatan ilegal ini berasal dari Sulawesi Selatan berinisial CNR dan dibantu oleh beberapa politisi muda Sulteng yang kemudian saling berbagi tugas. Ada yang berperan mengamankan Aktivis, LSM/Ormas-ormas, Media sampai urusan bahan bakar.
Pemodal Merampok Kekayaan Alam Dengan Dalih Kehendak Masyarakat
Memang, untuk mendapatkan lebel yang legal, pengurusan administrasi dan dokumen-dokumen pendukung lainnya memerlukan waktu yang amat panjang serta biaya yang tidak sedikit, sehingga jangan heran kalau pemodal lebih memilih jalur ilegal untuk menjalankan bisnisnya.
Sementara kegiatan tambang Ilegal cukup mendapat back up para petinggi, baik elit politik, aparat penegak hukum, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa. Selain itu, dalam menghindari keributan, masyarakat sekitar dipaksa untuk bertandatangan sebagai bentuk dukungan dengan iming-iming akses seluas-luasnya untuk ikut dalam kegiatan pertambangan ilegal.
Namun anehnya, kegiatan ilegal yang mengangkangi hak orang lain atas lingkungan itu justru tidak ditindak tegas oleh aparat penegak hukum. Bahkan ada dugaan oknum-oknum penegak hukum dari level atas hingga kebawah telah menerima upeti dari pemodal PETI tersebut.
Kehendak masyarakat selalu menjadi dalih dibalik beroperasinya tambang ilegal, sehingga penegak hukum tidak mampu berbuat banyak. Padahal, kalau merujuk terkait pertambangan rakyat, kegiatan yang terjadi sudah jauh dari standar operasional prosedur pertambangan rakyat.
Faktanya, benar masyarakat mendulang, namun pemodal menggunakan alat berat dengan jumlah banyak mengeruk perut bumi meraup kekayaan.
Ciptakan lapangan Kerja dan legalisasi pertambangan rakyat.
Banyaknya kasus kematian akibat PETI, sebaiknya disikapi serius oleh Pemerintah pada semua tingkatan, begitupun dengan aparat penegak hukum. Penambangan ilegal harus ditindak secara tegas jika kegiatan penambangan emas masih berlangsung.
Selain usaha kuratif dengan penegakan hukum yang tegas, maka perlu juga usaha pencegahan yang dilakukan kepada masyarakat. Usaha ini bisa berupa usaha penyadaran dan perubahan pola pikir masyarakat. Sebab, kegiatan PETI memiliki dampak yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat, pencemaran lingkungan serta dampak lainnya.
Oleh karenanya, perlu suatu usaha penegakan hukum secara tegas. Kepolisian maupun Gakum jangan mudah tergiur dengan upeti yang ditawarkan oleh para pemodal. Problem hari ini, aparat penegak hukum tidak punya komitmen untuk memberantas PETI di parimo khususnya Buranga, namun justru di duga membackup kegiatan tersebut.
Selain itu, jika alasan masyarakat melakukan penambangan emas dengan motif ekonomi maka tugas dari pemerintah untuk membuat program ekonomi kerakyatan atau mendukung kegiatan perkebunan yang sebelumnya menjadi dasar kehidupan masyarakat setempat sehingga masyarakat tidak mendompeng atau menambang emas secara ilegal lagi.
Namun, ketika kehendak masyarakat justru lebih menginginkan kegiatan pertambangan, maka seharusnya pemerintah segera melegalisasi wilayah pertambangan rakyat yang tidak terkooptasi oleh kepentingan serta dominasi para cukong.