Berita Keren | Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Palu menggelar bedah buku Aldera: Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999 di RRI Palu, Rabu (2/11/2022).
Buku ini merekam tentang perlawanan terhadap rezim otoritarianisme Orde Baru pada awal 1990-an hingga kejatuhan Soeharto.
Aldera merupakan singkatan dari Aliansi Demokrasi Rakyat, yang memainkan peranan penting dalam interaksi perlawanan atas rezim saat itu.
Dalam bedah buku ini, kiprah Pius Lustrilanang sebagai salah satu tokoh sentral Aldera menjadi pembahasan utama.
Tidak hanya dikenal sebagai Sekjen Aldera, ia juga merupakan korban penculikan yang berani mengungkap peristiwa yang dialaminya kepada dunia.
Kesaksikannya, sukses membuat dunia internasional mendesak Pemerintah Indonesia melepas aktivis mahasiswa yang diculik.
Keberania Pius mengungkap fakta penculikan itu tidak terlepas dari pengaruh Aldera yang ia rintis bersama sejumlah aktivis 98 lainnya.
Berawal dari peristiwa Malari 1974, saat itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membubarkan semua organisasi politik mahasiswa dan dewan mahasiswa.
Empat tahun berikutnya atau pada 1978, dibentuk konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK).
Konsep ini kemudian memberikan jalan bagi tentara masuk kampus untuk membubarkan mimbar bebas mahasiswa yang mengkritik pemerintah.
Demi menjaga gerakan tetap terawat, nalar kritis mahasiswa dipupuk melalui kelompok belajar rahasia.
Singkat cerita, pada pertengahan 1980-an dan awal 1990-an, pergerakan mahasiswa terpecah menjadi dua, yakni gerakan moral dan gerakan politik.
Aldera pun lahir dari dari gerakan politik yang menitikberatkan pada penyatuan diri antara mahasiswa dan rakyat kecil.
Hal ini membuat Pius Lustrilanang terlibat dalam memperjuangkan ketidakadilan masyarakat, terutama karena lahannya digusur oleh pihak pengembang yang didukung pemerintah.
Menanggapi perjalanan Aldera dan Pius Lustrilanang, mantan aktivits 98, Ridha Saleh mengatakan bahwa sebuah organisasi mestinya kejelasan visi dan misi.
Selain Ridha Saleh, bedah buku KNPI Palu juga menghadirkan mantan aktivis 98 lainnya, yakni Arianto Sangadji dan Suparman.
Dalam paparannya, pria akrab disapa Anto itu mengatakan, Aldera dan Pius Lustrilanang telah mengajarkan kaum muda masa kini tentang gerakan mahasiswa.
“Secara histori agak berbeda dengan gerakan 66, 74, 77 punya karakter elitis, dalam artian gerakan dilakukan secara spesifik dan ekslusif,” katanya.
Anto lantas membandingkan dengan gerakan pemuda saat ini seperti mengulangi apa yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
“Hari ini saya melihat kecenderungan gerakan mahasiswa mengulangi apa yang terjadi 66, 74 dan 77 dimotori mahasiswa dan melibatkan mahasiswa. Tidak seperti Aldera, mengorganisir dan membangun organisasi perlawanan.
Gerakan model seperti yang jarang lagi terlihat,” tambahnya.
Sementara, Ketua KNPI Palu, Sidiq Djatola berharap bedah buku Aldera tentang sosok Pius Lustrilanang bisa memberikan motivasi kepada mahasiswa maupun kaum muda.
Sebagai pimpinan organisasi perkumpulan pemuda, ia mengajak anak-anak muda khususnya di Palu untuk merawat kehidupan demokrasi.
Sebab menurutnya, era kebebasan saat ini tidak terlepas dari perjuangan mahasiswa dan kaum muda di tahun 1998.
“Pemuda jangan berhenti melakukan konsolidasi gerakan menjaga semangat reformasi. Tugas generasi hari ini menjaga demokrasi dan semangat reformasi untuk tidak terhegemoni dengan kekuasaan,” kata Sidiq. (Sub)