Berita Keren | Eksekusi lahan kantor Bupati Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) di Provinsi Sulawesi Tengah yang dilaksanakan PN Parigi pada Kamis 29 Februari 2024, mendapat tanggapan dari pengamat hukum.
Dihubungi media ini Senin siang (4/3/2024) di Palu, Dr. Elvis Dj Katuwu, SH., MH menyatakan eksekusi objek perkara dilakukan pengadilan karena dua hal. Pertama, perkaranya sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Dan yang kedua, ada permohonan atau permintaan dari pihak yang berperkara kepada pengadilan.
“Untuk case gugatan perdata lahan kantor Bupati Parimo, saya yakin sudah memenuhi dua hal itu. Sehingga PN Parigi turun melakukan eksekusi dengan membacakan berita acara eksekusi yang dihadiri para pihak yang berperkara,” kata pengamat hukum di Sulawesi Tengah yang dikenal kritis ini.
Bagi yang dinyatakan kalah dalam berperkara, dalam hal ini Pemda Parimo, Elvis menyatakan sebaiknya segera laksanakan putusan pengadilan. Apalagi itu putusan sudah inkrah. Tidak ada alasan.
“Hukum adalah panglima tertinggi di Bumi Pertiwi ini. Olehnya itu, hukum harus ditegakkan. Saya bicara penegakkan hukum, bukan bicara penegakkan Undang-undang atau peraturan lainnya. Karena konteksnya berbeda,” kata Elvis.
Pria yang juga advokad senior ini mengatakan, sekalipun ada upaya dari Pemda Parimo untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK), tapi itu tidak bisa menghalangi eksekusi. Eksekusi dan putusan pengadilan harus tetap dilaksanakan.
“PK itu tidak menghalangi eksekusi. Artinya apa, laksanakan dong eksekusi. Silakan PK, tapi bukan berarti eksekusi diabaikan. Bicara hukum, kita bicara hitam atau putih. Tidak ada wilayah abu-abu atau samar-samar,” tegas doktor hukum asal Kabupaten Morowali Utara tersebut.
Bila Pemda Parimo sebagai Tergugat bersikeras atau enggan melaksanakan perintah pengadilan, Elvis meminta pihak Penggugat memasukan lagi surat ke PN Parigi. Isi suratnya memohon penyitaan lahan (tanah) yang menjadi objek sengketa.
“Kalau tidak laksanakn putusan (pengadilan), maka mohonkan sita eksekusi objek sengketa. Saya yakin pengadilan akan mengabulkan secara hukum,” ujarnya.
Terkait sikap Ketua DPRD Kabupaten Parimo Sayutin Budianto, yang terkesan masih setengah hati melaksanakan putusan PN Parigi, Elvis mengkritisinya.
Menurutnya, tidak ada relevansi seorang ketua DPRD untuk mempertimbangkan lagi pelaksanaan putusan pengadilan.
“Kalau Ketua DPRD mau mempertimbangkan, apa kapasitasnya terhadap putusan pengadilan? Apakah lebih berwenang dari hakim-hakim yg mengadili? Kan putusan pengadilan sudah dipertimbangkan hukumnya oleh hakim sebelum diputuskan. Saat sidang berjalan, para pihak terkait juga dihadirkan. Kenapa pertimbangan anda tersebut tidak disampaikan waktu itu kepada majelis hakim,” sodok Elvis.
Elvis menyarankan kepada pihak Tergugat maupun Turut Tergugat dalam sengketa lahan kantor Bupati Parimo, sebaiknya melaksanakan putusan pengadilan. Jangan mengkonstruksi alasan yang justru melenceng dari rel hukum.
“Laksanakan putusan pengadilan dulu. Setelah itu silakan ajukan PK. Ini yang diatur dalam hukum,” pungkas Elvis.
PEMDA DIMINTA BAYARKAN RP3,7 M
Diberitakan sebelumnya, pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan pada Kamis pagi (29/2/2024) berlangsung di kantor Bupati Parimo di Jalan Kampali, Kelurahan Kampal, Parigi.
Ada 4 poin dalam berita acara eksekusi nomor 1/Pdt.Eks/2024/PN Prg yang dibacakan Rahmawati, juru sita dari PN Parigi. Secara garis besar, Tergugat (Pemda Parimo) diperintahkan untuk melakukan pembayaran ganti kerugian atas tanah objek sengketa kepada Penggugat.
Jumlah yang harus dibayarkan kepada Penggugat atau Pemohon Eksekusi sebesar Rp3.764.500.000 (tiga miliar tujuh ratus enam puluh empat juta lima ratus ribu rupiah). Nilai ini didapatkan dari luas tanah dikalikan harga jual di pasaran saat ini.
Untuk teknis pembayarannya, pengadilan meminta dimasukan dalam APBD Kabupaten Parigi Moutong Tahun 2024 atau setidak-tidaknya tahun anggaran 2025.
Lahan kantor bupati yang menjadi objek sengketa luasnya sekitar 7.529 M2 (meter persegi). Pemiliknya seorang warga bernama Victor Tendean dengan bukti kepemilikan SHM nomor 284 dan surat ukur nomor 58/Kampal/2003.
Ketua DPRD Parimo Sayutin Budianto mengatakan, seandainya Pemda Parigi Moutong mengajukan anggaran untuk pembayaran, maka DPRD tidak sertamerta melakukan persetujuan anggarannya.
“Kami akan teliti pada bukti-bukti konkret. Putusan (pengadilan) iya, tapi kantor bupati ini kan milik dan bangunan pemerintah,” kilah politisi Partai NasDem tersebut.
Bila kemudian ada sengketa dari dulunya, dan kemudian berproses hukum, memang benar. Tapi kalau kemudian DPRD diminta melakukan persetujuan pembayaran, Sayutin menegaskan jangan dulu. Tidak seperti itu. Ini uang negara (dibayarkan).
Ia juga khawatir dengan dampak hukumnya ke depan. Karena DPRD selaku pemegang hak budgeting anggaran dan setuju membayarkan. ***