Berita Keren | Kecelakaan kerja yang berulang dan bentrok sesama buruh/pekerja PT.Gunbuster Nickel Industri (PT. GNI) sebagai satu adanya kesengajaan dan buruknya penerapan manajemen Perusahaan.
Demikian dikatakan kepala perwakilan Komnas Ham Sulawesi Tengah Dedi Askary,SH dalam rilisnya Rabu (18/1-2023), via whatsApp yang dirikim ke redaksi deadline-news.com.
Menurutnya bentrok yang terjadi antar sesama buruh/pekerja di PT. GNI (TKA dan TKI) yang mengakibatkan 2 (dua) orang dari buruh/pekerja PT. GNI meregang nyawa, menjadi bukti nyata buruknya manajemen buruh/pekerja yang diterapkan oleh PT. GNI.
Keengganan pihak manajemen PT. GNI dalam melaksanakan aturan Hukum menyangkut Buruh/Pekerja yang telah direkrut dan di Pekerjakan di PT. GNI sebagaimana yang diatur dalam berbagai Instrumen Hukum Nasional maupun Instrumen Hukum Internasional.
Jejak penelusuran mendalam yang dilakukan Komnas HAM Perwakilan Sulteng, telah terjadi beberapa insiden kecelakaan kerja di lokasi smelter PT GNI.
“Bahkan ketika smelter itu masih dalam tahap pembangunan, hingga bentrok sesame buruh PT. GNI yang menyebabkan dua orang meninggal dunia, sebagai wujud akumulasi kekecewaan dan ketidak puasan Buruh/Pekerja terhadap manajemen PT. GNI yang lamban merealisasikan tuntutan Buruh/pekerja dalam serangkaian aksi yang dilakukan sebelumnya,”tegas Dedi.
Kata Dedi, demikian pula terhadap kebakaran di pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel milik PT.GNI di Morowali Utara Sulawesi Tengah itu pada Kamis (22/12-2022), yang menewaskan dua pekerja alat berat, bukanlah kecelakaan kerja yang pertama di GNI, dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
“Sebagaimana jejak penelusuran yang dilakukan Oleh Komnas HAM Perwakilan Sulteng, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir, ada tujuh (7) pekerja yang meregang nyawa di wilayah kerja smelter PT GNI, bahkan sejak smelter itu masih dalam tahap pembangunan. Tujuh orang pekerja yang meregang Nyawa tersebut, terdiri dari dua pekerja bunuh diri yang keduanya adalah warga negara Cina, dan lima pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja,”jelas Dedi.
Ia mengatakan kecelakaan kerja yang pertama menimpa seorang operator alat berat berinisial HR, 25 tahun, yang ditemukan tertimbun longsor bersama excavator Sany 365 nomor unit lambung 20 pada Rabu, 10 Juni 2020.
“Korban dilaporkan sudah tertimbun longsor sejak pukul 20.00 WITA pada 8 Juni 2020,”tutur Dedi.
Ia menjelaskan kemudian, 23 Mei 2022 ditemukan warga negara asing (WNA) asal Cina berinisial MG, 56 tahun, meninggal bunuh diri di lokasi PT GNI.
“Sebulan berselang, tepatnya 15 Juni 2022, WNA asal Cina lainnya juga ditemukan meninggal dunia bunuh diri dengan menggunakan tali Kawat Slank di lokasi PT GNI. WNA berinisial WR, 51 tahun itu ditemukan oleh salah seorang karyawan PT GNI yang akan melakukan pekerjaan di lokasi DP 4 PLTU PT GNI sekitar pukul 02.00 WITA, dini hari,”ungkap Dedi.
Menurutnya kecelakaan kerja yang menewaskan seorang pekerja bernama Yaser pada 24 Juni 2022. Korban berusia 41 tahun ini terseret longsor setelah mengoperasikan dozer tanpa lampu penerangan di tengah malam, hingga masuk ke laut dengan kedalaman 26 meter.
Kemudia kata Dedi Rabu 6 Juli 2022 seorang pekerja PT GNI (a.n. Ali Farhan, pemuda 21 tahun yang baru bekerja selama tiga pekan) meregang nyawa di lokasi kerja (tungku 6 smelter 1).
“Yang bersangkutan ditemukan tidak bernyawa setelah jatuh di sebelah kontrol tuas mesin hidrolik. Korban diduga tercebur ke area pembuangan slek yang panas,”ucap Dedi.
Masih kata Dedi, pada pekan ketiga Desember 2022, dua pekerja operator alat berat bernama Nirwana Selle dan Made Devri meninggal karena terjebak kebakaran akibat ledakan dari tungku smelter 2.
“Peristiwa kecelakan kerja yang menyebabkan meninggalnya buruh GNI menambah catatan buruk dalam dunia kerja Indonesia karena telah berulang kali terjadi,”sebut Dedi.
Dedi mengungkapkan PT.GNI sendiri yang beropersi baru lebih-kurang 1 (satu) tahun, kecelakaan kerja yang menyebabkan korban meninggal dunia hingga bentrok sesame buruh/pekerja di internal perusahaan yang berujung kematian dapat dipandang satu kelalaian yang disengaja.
“Khususnya dalam hal Memberi Jaminan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja buruh/Pekerja di lingkungan kerja PT. GNI serta dalam hal terkait Pemenuhan Hak-hak Normatif Buruh/Pekerja dilingkungan kerja PT. GNI,”tandas Dedi.
Komnas HAM Perwakilan Sulteng Mendesak agar pemerintahan terkait dan PT. GNI untuk bertanggungjawab penuh atas insiden kecelakaan kerja yang kembali terulang dan menyebabkan Buruh/pekerja Meregang nyawa, demikian pula terhadap bentrok sesame buruh/pekerja yang merenggut 2 (dua) korban meninggal dunia.
“Beberappa kecelakaan kerja yang menimpa buruh/Pekerja di lingkungan kerja PT. GNI hingga yang terakhir yang menimpa saudari Nirwana dan I Made Defri akibat dari buruknya penerapan sistem K3, lebih jauh bahkan diduga kuat sistim K3 yang ada di PT. GNI tidak layak diaplikasikan dalam industri pertambangan sesuai dengan sektor perusahaan tempat para buruh bekerja,”ucapnya.
Kata Dedi, dengan adanya serangkaian kejadian tersebut, hingga terjadinya bentrok antar buruh yang melakukan aksi menuntut hak-hak normative mereka yang selama ini terus-menerus diabaikan oleh manajemen PT. GNI dengan sesame Buru WNA yang menolak ikut melakukan Solidaritas aksi, yang kasat mata Nampak mendukung kebijakan Perusahaan yang terus menerus mengabaikan pemenuhan Hak-hak Normatif Buruh/Pekerja (TKI) sebagaimana menjadi tuntutan mereka kepada pihak Perusahaan.
“Terhadap situasi yang terjadi di Lingkungan Kerja PT. GNI (dimulai dari Pihak Manajemen PT. GNI, hingga pemenuhan hak-hak Normatif Buruh/Pekerja serta dugaan kuat atas buruknya penerapan sistem K3 dan Penerapan Sistim K3 yang tidak layak, hingga terjadinya bentrok antar sesame Buruh/Pekerja yang berujung 2 (dua) orang Buruh/Pekerja meninggal dunia sebagai akibat bentrok yang terjadi Sabtu, 14 Januari 2023,”ungkapnya.
Dedi menegaskan atas serangkaian peristiwa atau permasalahan yang terjadi di Lingkungan kerja PT. GNI, tidak ada alasan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten) untuk tidak segera melakukan Langkah Intervensi yang dipandang cepat dan evektif.
Dedi menerangkan dimulai dari INVESTIGASI MENDALAM yang melibatkan berbagai pihak yang terdiri dari Pemerintahan Terkait, Disnaker, Pengawas Ketenagakerjaan, Kepolisian, Kejaksaan, Serikat Pekerja/Buruh, serta Perwakilan Masyarakat dan Organisasi Profesi K3.
“Tidak sebatas melakukan Investigasi sebagaimana dinyatakan oleh pihak GNI, dimana GNI akan melakukan Investigasi bersama dengan Aparat Penegak Hukum (APH), dimana dapat dipastikan hasil Investigasi yang dilakukan, mendiskreditkan Buruh/Pekerja, mengingat PT. GNI sebagai pihak yang berkepentingan langsung dalam serangkaian peristiwa yang terjadi dalam kurun 1 (satu) tahun terakhir sekaligus menjadi Penyebab utamanya terjadinya serangkaian Peristiwa yang terjadi atau dialami Buruh/Pekerja dilingkungan Kerja PT. GNI,”sebut Dedi.
Sementara aparat Penegak Hukum, kata Dedi dapat dipastikan, tidak dapat bekerja dan bersikap Profesional, mengingat sebagai aparat yang semestinya melayani dan mengayomi serta melindungi Masyarakat (termasuk Buruh/Pekerja) telah berubah fungsi menjadi Pelayan dan Pengayom serta Pelindung Investasi.
“Pemerintah, sudah sepatutnya menempatkan kerja sama Pengelolaan Sumber Daya Alam Oleh Investor asing, dalam kerangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan dalam kerangka meningkatkan kesejahteraan segelintir pengusaha atau satu Negara tertentu saja,”kata Dedi.
Menurutnya mestinya Program hilirisasi Sumber Daya Alam, Wajib sifatnya berdasar pada Visi Besar Bangsa, yakni “Untuk menciptakan Keadilan Sosial Masyarakat”. (Dnews)