Berita Keren | JAKARTA – Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha angkat bicara merespons larangan ceramah bertajuk kajian online Meeting Ramadhan 1442 H di BUMN PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Hal yang disoroti Rachman Thaha bukan hanya soal larangan ceramah, tetapi juga pernyataan salah satu komisaris PT Pelni yang dinilai bentuk kesemena-menaan terhadap alim ulama, yakni stigma radikalisme. Senator kelahiran Kota Palu, 17 September 1979 itu menyebut betapa mudahnya dewasa ini berbagai kalangan membangun mindset paranoia dan mencerca guru-guru pengajar kebenaran dengan berbagai sebutan yang mengecilkan hati.
“Padahal, saya yakin, julukan-julukan merendahkan itu diberikan tanpa disertai pemahaman yang sungguh-sungguh dari sang komisaris tentang sikap hidup dan isi pengajaran para cerdik cendekia tersebut,” ucap Rachman dalam keterangan yang diterima JPNN.com, Minggu (11/4). Dia mengatakan pembatalan acara keagamaan dengan dalih tak berizin adalah tidak sebanding dengan pentingnya pencerahan-pencerahan religius bagi para karyawan Pelni, terlebih di bulan suci Ramadan. Rachman Thaha menyebut pembatalan tersebut tampaknya lebih merefleksikan ketakutan tak berdasar yang bertemu dengan hasratnya membangun popularitas yang ilusionis belaka.
“Saya katakan ilusional karena apa yang sang komisioner sangkakan adalah tidak berkesesuaian dengan kenyataan,” ucap anggota Komisi I DPD RI itu. Alih-alih membatalkan, lanjut Rachman, sang komisaris sepatutnya mengingatkan panitia sekaligus memudahkan perizinan serta memperkuat penyelenggaraan acara tersebut, sehingga berizin dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat.
Oleh karena itu, Rachman menyarankan agar oknum komisaris PT Pelni meluangkan waktu untuk menyimak acara dimaksud, bukan justru melarangnya.
“Simak pencerahan para penceramah di situ, lalu tunjukkan kepada publik di sisi mana sang komisaris berhasil menemukan ajaran-ajaran radikalisme yang dia takutkan itu,” ucap Rachman. Oleh karena itu, dia menilai penting bagi negara ini memiliki Undang-Undang (UU) Perlindungan dan Penyejahteraan Pemuka Agama yang sudah masuk dalam Prolegnas 2021. Sebab, profesi mereka patut dihormati dan dimuliakan. “UU dimaksud tidak hanya bermanfaat untuk melindungi para pemuka agama dari pernyataan dan perlakuan nista, tetapi juga memberikan landasan bagi negara untuk menaikkan standar kelaikan hidup para pemuka agama,” ujar Rachman.
Sebelumnya, kajian online Meeting Ramadhan 1442 H yang digelar @BakisPelni (Badan Kerohanian Islam), rencananya diisi oleh pembicara seperti Ustaz Firanda Andirja, Ustaz Rizal Yuliar Putrananda, Ustaz Subhan Bawazier, KH Cholil Nafis yang juga Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat dan Ustaz Syafiq Riza Basalamah dibatalkan oleh Direksi dan Komisaris PT Pelni. Kebijakan pelarangan itu dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi perusahaan pelat merah itu dengan alasan tidak berizin. Bahkan, seorang pejabat di Pelni digeser posisinya gara-gara kajian itu.
Sumber: www.jpnn.com