Berita Keren – AMPIBI – Aksi Masyarakat Peduli Birokrasi (AMPIBI) mendesak Bupati Parigi Moutong (Parimo) H. Samsurizal Tambolotutu dan Wakil Bupati (Wabup) Parigi Moutong (Parimo), Badrun Nggai agar segera menonaktifkan Zulfinachri Ahmad,S.STP yang hingga kini masih menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Parigi Moutong.
Desakan ini disampaikan bendahara umum AMPIBI, Adnyana Wirawan melalui rilis yang dikirim ke redaksi beritakeren.com pada Jumat, (19/11/2021).
Menurutnya, penonaktifan Zulfinachri harus segera dilakukan, karena mengingat status tersangka dan posisinya yang masih aktif sebagai Kepala Dinas jelas melanggar aturan.
Pemberhentian sementara, menurut mantan anggota DPRD Parimo yang juga tergabung dalam Panja Asset 2015 ini, dilakukan harus sesuai pasal 276 huruf c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 tentang manajemen pegawai negeri sipil. Pemberhentian dilakukan agar yang bersangkutan fokus menjalani proses hukum.
“Ini contoh yang sangat buruk dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Dia (Zulfinachri, Red) itu harusnya segera diberhentikan sementara. Bisa saja puluhan surat penting yang sudah dia tandatangani, apalagi kalau berkaitan dengan anggaran, itu jelas tidak boleh dan akan berdampak pada persoalan hukum, mana boleh pejabat berstatus tersangka dalam kasus korupsi bertandatangan pada dokumen-dokomen penting,” tegas Adnyana.
Untuk itu Ia mendesak Wakil Bupati untuk merespon persoalan ini.
“Karena Bupati sedang konsen dengan kondisi kesehatan, yah Pak Wabup dong yang segera tindaklanjuti ini, jangan hanya diam beliau. Tugas pak Wabupkan membantu bupati. Yah kita minta pak Wabup bantu desak bupati untuk nonjobkan pejabat-pejabat bermasalah hukum. Biarkan mereka konsen mengurus kasusnya. Kami minta pak Wabup segera berkoordinasi dengan bupati serta jajaran lalu nonaktifkan Zulfinachri sebagai Kadis PMD Parigi Moutong,” katanya.
Adnyana mencontohkan penonaktifan Kadis Dikjar Denpasar oleh Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara dalam kasus dugaan korupsi Rp1 Miliar pengadaan aci – aci.
“Kasus dugaan korupsi pengadaan aci – aci oleh kadisdikjar Denpasar baru satu hari penetapan tersangka langsung di berhentikan oleh Walikota, ini sudah berbulan-bulan jadi tersangka, dan mengakui perbuatan korupsi dengan mengembalikan duit 2 M tidak juga diberhentikan, aneh bin ajaib,” ungkap kesal Adnyana.
Tidak hanya menantang Wakil Bupati, ia juga menantang Sekretaris Daerah Parigi Moutong, Zulfinasran Ahmad untuk dapat fair dalam persoalan ini.
“Dalam kasus ini integritas seorang sekretaris daerah diuji, apakah bisa berlaku tegas secara aturan kepada adik kandungnya, atau justru ingin melindungi. Kita berharap tidak seperti itu, karena kami dengar dua orang lainnya, Rivani Makaramah dan Ahmad Rudianto sudah di berhentikan dari jabatannya masing-masing,” sebutnya.
Bendahara umum AMPIBI ini, menyayangkan sikap penguasa yang diam terhadap kasus ini dan berharap pemerintah daerah dapat menjalankan aturan kepegawaian yang berlaku.
“Kok kalau kades tersangka bermasalah hukum atau korupsi langsung diberhentian, saya juga heran dengan DPRD dalam hal ini komisi 1 hanya diam. Ini menyangkut pemerintahan, harusnya menjadi perhatian. Coba pemerintah ini menjalankan aturan, taat azas birokrasi dan ini adalah soal kepantasan. Malu donk, harusnya tanpa diberhentikan dia mundur sendiri saja,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Zulfinachri Ahmad adalah mantan kepala bagian pemerintahan umum sekretariat daerah parigi moutong. Ia merupakan salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pembebasan lahan fiktif tahun anggaran 2015.
Zulfinachri ditetapkan sebagai tersangka dengan surat penetapan tersangka nomor : Print-02/P.2/Fd.1/04/2021.
Dua tersangka lain yakni Rivani Makaramah dan Ahmad Rudianto telah ditahan. Zulfinachri sendiri hingga kini belum dilakukan penahanan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Pada tanggal 17 September 2021, secara sadar ia mengakui perbuatannya dengan melakukan pengembalikan uang kerugian keuangan negara sebesar Rp1.5 Miliar, lalu di tanggal 28 September 2021 ia kembali menyerahkan uang sebesar 500 juta rupiah, yang nantinya akan menjadi barang bukti dalam persidangan.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Sulawesi Tengah dalam Laporan Hasil Pemeriksaan, menyebutkan pembayaran terkait pengadaan lahan tidak wajar dan terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp8,5 Miliar.
Sumber : AMPIBI